Pada suatu malam kelam seorang darwis berjalan melewati sebuah sumur kering ketika ia mendengar jerit minta tolong dari dasar sumur itu. "Ada apa?" "Saya seorang ahli tata bahasa; karena tak tahu jalan, saya terperosok ke sumur ini; sekarang saya tidak bisa bergerak sama sekali," jawab orang itu. "Tenang, bung, biar saya cari tangga bersama tali," kata darwis itu. "Tunggu dulu!" kata Si Ahli Tatabahasa. "Tatabahasa dan pilihan katamu keliru; usahakan memperbaikinya."& "Kalau hal itu memang lebih penting dari yang pokok ini," teriak darwis itu, "kau sebaiknya tinggal saja di dasar sumur itu sampai saya bisa benar-benar berbahasa bagus." Dan ia pun berlalu. Catatan |
BURUNG DAN TELUR Zaman dahulu ada seekor burung yang tidak mempunyai tenaga untuk terbang. Seperti ayam, ia berjalan-jalan saja di tanah, meskipun ia tahu bahwa ada burung yang bisa terbang. Karena berbagai keadaan, ada telur seekor burung yang bisa dierami oleh burung yang tak bisa terbang itu. Setelah sampai waktunya, telur itu pun menetas. Burung kecil itu masih memiliki kemampuan untuk terbang yang diwarisi dari ibunya, yang tersimpan dalam dirinya sejak ia masih berada dalam telur. Ia pun berkata kepada orang tua angkatnya, "Kapan aku akan terbang?" Dan burung yang hanya bisa berjalan di tanah itu menjawab, "Cobalah terus menerus belajar terbang, seperti yang lain." Yang tua itupun tidak tahu bagaimana mengajarkan cara terbang kepada anak angkatnya: ia bahkan tidak tahu bagaimana menjatuhkannya dari sarang agar bisa belajar terbang. Dan aneh bahwa burung kecil itu tidak mengetahui hal tersebut. Pemahamannya terhadap keadaan terkacau oleh kenyataan bahwa ia merasa berterima kasih kepada burung yang telah mengeraminya. "Tanpa jasa itu," katanya kepada diri sendiri, "tentu aku masih berada dalam telur." Dan ia juga kadang-kadang berkata kepada dirinya sendiri, "Siapa pun bisa mengeramiku, tentu bisa juga mengajarku terbang. Tentunya hanya soal waktu saja, atau karena usahaku yang tanpa bantuan, atau karena suatu kebijaksanaan agung: ya, ini jawabnya. Tiba-tiba suatu hari aku akan terbawa ke tahap berikutnya oleh-nya yang telah membawaku sejauh ini." Catatan Kisah ini terdapat dalam berbagai bentuk dalam versi-versi yang berbeda dari karya Suhrawardi, Awarif al-Maar_$B_(B, dan mengandung pelbagai pesan. Konon, kisah ini bisa ditafsirkan secara intuitif sesuai dengan tahap kesadaran yang telah dicapai oleh orang yang belajar ilmu Sufi. Yang jelas saja kisah ini mengandung nasehat-nasehat, beberapa diantaranya menekankan dasar dasar utama peradaban modern, antara lain: "Konyollah apabila kita beranggapan bahwa suatu hal mengikuti sesuatu yang lain; anggapan itu juga menghalangi kemajuan selanjutnya," dan "Bahwa sesuatu bisa melakukan fungsi tertentu tidaklah berarti bahwa juga ia bisa melakukan lungsi yang lain." BURUNG INDIA Seorang saudagar memelihara burung dalam sangkar. Ia akan berangkat ke India, tanah asal burung itu, dan menanyakan barangkali binatang itu meminta oleh-oleh dari sana. Burung itu meminta kebebasannya, tetapi ditolak. Karena itu ia minta saudagar itu pergi ke hutan di India, lalu mengabarkan tentang keadaannya yang dalam kurungan kepada burung-burung lain yang masih bebas. Saudagar itu pun melaksanakan pesan tersebut, dan begitu ia mengucapkan kata-katanya, seekor burung serupa dengan burung piaraannya jatuh dari sebuah pohon, tak sadarkan diri di tanah. Si Saudagar berpendapat bahwa itu tentulah saudara burung piaraannya, dan iapun merasa sedih telah menyebabkan kematiannya. Ketika ia pulang, burungnya bertanya apakah tuannya membawa kabar gembira dari India. "Tidak," jawab saudagar itu, "kabar buruklah yang aku bawa. Salah seekor saudaramu tak sadar diri dan jatuh dekat kakiku ketika kusiarkan kabar tentang keadaanmu." Segera setelah kata-kata itu diucapkan, burung yang dalam sangkar itu pun tak sadarkan diri dan jatuh ke dasar sangkar. "Kabar kematian saudaranya menyebabkannya mati juga," pikir saudagar itu. Dengan sedih diambilnya burung itu dari sangkarnya, lalu diletakkannya di ambang jendela. Segera saja burung itu hidup kembali, terbang ke pohon terdekat. "Kini kau tahu," kata Si Burung, "bahwa yang kau kira kabar buruk itu, ternyata merupakan kabar baik bagiku. Dan pesan, yakni cara untuk membebaskan diriku, ternyata telah disampaikan kepadaku lewat kamu, yang dulu menangkapku." Dan burung itupun terbang, bebas merdeka akhirnya. Catatan Fabel Rumi ini merupakan salah satu yang menekankan pentingnya pengajaran tak langsung dalam Sufisme . Peniru dan sistem yang diatur sesuai dengan pemikiran konvensional, baik di Barat maupun di Timur, umumnya memilih penekanan pada "sistem" dan "program," dan bukan pada totalitas pengalaman yang dijalankan dalam mazhab Sufi. |
Label: Kisah Hikmah 2
0 komentar:
Posting Komentar