Raja yang ingin membuat emas

M. Rahim Bawa Muhaiyaddeen
SALAM sayangku padamu, cucu-cucuku, saudara-saudaraku,
anak-anakku. Ikutlah aku dan kita akan mengunjungi apa yang pernah menjadi sebuah kerajaan besar. Satu abad yang lalu, kerajaan yang besar ini diperintah oleh seorang raja yang kuat.
Lihatlah ke sebelah sana! Itu adalah tempat di mana istana raja pernah berdiri. Dan di sini, di tempat kita berdiri hari ini, raja tersebut membangun sebuah ashram untuk para yogi, guru-guru, swami, dan para gnani yang mengembara dan orang-orang yang punya kearifan untuk beristirahat dan menyegarkan kembali diri mereka. Lihatlah betapa remuk dan terpencilnya ashram itu sekarang Pondasinya masih berdiri, tapi dinding-dindingnya sudah runtuh. Cucu-cucuku, aku akan bercerita kepadamu tentang raja itu dan mengapa dia membangun sebuah tempat peristirahan khusus bagi orang-orang bijak yang mengembara. Ini adalah cerita yang seharusnya engkau ketahui.
Konon, sebelum dia memerintah kerajaan ini, raja itu dulunya hanya seorang laki-laki biasa, yang hidup di pegunungan di sebelah Timur. Bagaimana engkau menyangka dia menjadi raja?
Pada zaman dulu, para perampok akan berkumpul untuk memilih seorang pimpinan dan menjarah daerah pedesaan di semua arah. Jika pimpinan tersebut pandai, maka kekuatannya akan tumbuh. Inilah cara bagaimana laki-laki ini menjadi raja.
Dia ditunjuk sebagai pimpinan gerombolan yang berkembang ukuran dan kekuatannya, merampas tanah yang semakin banyak, sampai dia menguasai sebuah kerajaan secara keseluruhan.
Dan ketika dia dan para prajuritnya menaklukkan kerajaan-kerajaan di sampingnya satu demi satu, maka kekayaan dan kekuatannya semakin besar.
Pada suatu hari, raja tersebut berpikir, “Inilah bagaimana hal-hal terjadi di dunia. Jika seseorang lebih pandai dariku muncul, maka dia akan merebut kerajaanku persis seperti aku merebut banyak sekali kerajaan lain. Sekalipun aku berhasil lolos, ke mana aku akan pergi? Jika seseorang merampas kekayaanku, bagaimana aku mendapatkan penghasilan? Apa yang seharusnya aku lakukan?”
Kemudian pada suatu hari, raja membaca dalam Puranas tentang para ahli kimia yang tahu bagaimana membuat emas.
“Jika aku belajar cara membuat emas dari logam, misalnya tembaga dan besi, aku akan aman,” pikirnya. “Sekalipun seseorang merampas kerajaan dan semua harta bendaku, maka itu tidak menjadi masalah. Aku tidak akan membutuhkan sebuah kerajaan. Aku bisa membuat emas di mana-mana. Aku harus menemukan ahli kimia seperti itu.”
Demikianlah, raja itu membangun sebuah ashram untuk orang-orang bijak yang mengembara. Atap dan pilar-pilarnya dibuat dari tembaga. Ada dua pintu, yang satu ada di depan dan yang lainnya ada di belakang. Di atas pintu masuk, ada tanda yang berbunyi:
“Selamat datang gnani, swami, yogi, para orang suci dan arif, serta para guru! Silahkan dan makanlah tiga kali sehari selama tiga hari.”
Dan di atas pintu keluar, ada tanda yang berbunyi:
“Wahai orang-orang suci dan arif yang agung! Anda telah makan dengan baik. Kini tolonglah kami jika Anda mampu. Jika Anda mengetahui bagaimana mengubah tembaga menjadi emas. Lantas kita akan mampu melanjutkan kedermawanan kita untuk selama-lamanya.”
Raja menempatkan para pengawal di sekeliling ashram tadi, dengan menginstruksikan kepada mereka, “Barangsiapa bisa mengubah ashram ini menjadi emas, maka hentikanlah dia dan bawalah kepadaku. Jangan biarkan dia pergi!”
Berjuta-juta orang berhenti makan dan berlalu, tapi tidak seorang pun tahu bagaimana mengubah tembaga menjadi emas.
Kemudian pada suatu hari, pada akhirnya, seorang guru datang dengan sepuluh atau 11 murid. Guru itu membaca tanda pertama.
Dia tahu bahwa murid-muridnya lapar, jadi dia membiarkan murid-muridnya makan di dalam. Meskipun guru itu hanya makan sedikit, namun murid-muridnya makan dengan lahap.
Ketika mereka akan meninggalkan tempat itu, guru tersebut membaca tanda kedua. Setelah menyuruh para muridnya untuk menunggu, dia keluar dan kembali dengan ramuan khusus.
Dia berdiri di tengah ruangan itu, di antara pintu masuk dan pintu keluar, meremas-remas ramuan tersebut dalam tangannya, dan meniup remasan ramuan tadi. Kepingan kecil-kecil ramuan yang diremas tersebut hancur ke udara, dan ashram itu seluruhnya berubah menjadi emas.
Ketika guru tersebut berjalan menuju pintu keluar, para pengawal segera mengelilinginya. “Swami, janganlah pergi. Raja ingin menemui Anda. Anda telah memberikan begitu banyak harta kepada kami. Silakan Anda datang ke istana!”
Demikianlah, guru tersebut dibawa seorang hulubalang ke istana. Raja tak seberapa lama memberi hormat, dan kemudian mulai bersumpah, “Engkau adalah dewaku. Aku telah membangun ashram ini dan mengundang orang-orang arif bijaksana untuk datang sehingga aku bisa belajar bagaimana membuat emas. Aku telah menunggu begitu lama orang sebijaksana engkau. Engkau harus mengajarku tentang seni rahasia ini!”
“Betulkah demikian, wahai Raja?” tanya sang guru. “Baiklah, Anda bisa belajar untuk membuat emas, tapi apakah Anda benar-benar ingin sesuatu yang berubah dan menghilang? Emas tidak akan tetap bersama Anda. Baik itu kekayaan ataupun kemiskinan tidaklah permanen. Keduanya akan meninggalkan Anda, sebagaimana Anda akan meninggalkan dunia ini kelak.
Jadi apa manfaat belajar membuat emas? Duhai Baginda Raja, apakah Anda mengerti?”
“Tapi, Swami, belajar membuat emas adalah keinginan dalam hidupku. Tolong ajarkan aku bagaimana caranya!” sang raja menghiba.
“Baiklah, jika ini yang Anda inginkan, Anda harus datang dan tinggal bersamaku selama dua belas tahun. Kemudian, aku akan mengajari Anda, tapi pertama-tama, Anda harus membuat diri Anda tampak seperti murid-muridku lainnya. Anda harus menanggalkan perhiasan, pakaian yang mewah, dan bahkan sandal.
Anda hanya boleh membawa dua potong pakaian, satu dipakai dan satu lagi untuk ganti.”
Keinginan raja untuk belajar membuat emas begitu kuat sehingga dia setuju untuk mengorbankan semua kemewahan dan pergi dengan guru tersebut. Sesudah pengambil-alihan kerajaan secara menyeluruh pada pengawasan para menterinya, dia berjalan keluar dari istana, meninggalkan semua kemakmuran dan pakaian kebesarannya. Dengan bertelanjang kaki, dia memasrahkan dirinya kepada guru dan memulai perjalanannya.
Mereka berjalan dan terus berjalan. Betapa menderitanya raja itu! Dia berjalan pincang sepanjang jalan dengan pedihnya, kakinya yang lembut terbakar oleh batu-batu dan pasir yang panas. Akhirnya, rombongan ini berhenti untuk beristirahat di sebuah gua kecil dalam di hutan. Setiap hari, guru menyuruh raja dan seorang murid lainnya masuk ke dalam hutan untuk
memetik buah-buahan, menggali ubi jalar liar dan mengisi air.
Duri-duri menusuk kaki raja dan menggores wajah dan badannya.
Karena dia terbiasa dengan kebersihan dan kenyamanan yang mewah, raja itu kemudian sadar bahwa sungguh sukar hidup di hutan. Dalam beberapa minggu saja, seluruh tubuhnya penuh dengan luka, dan dia pun menderita demam.
“Ya Allah!” pikirnya pada dirinya sendiri, “Mengapa aku harus menderita? Aku tidak membutuhkan emas. Betapa nyamannya aku jika tinggal di istanaku! Bahkan tanpa mengetahui bagaimana membuat emas, aku bisa menikmati makanan sehari-hariku.
Sebagaimana kini, aku belum mempelajari kearifan apa pun, dan aku belum mempelajari seni ilmu kimia. Aku hanya menderita.”
Hari demi hari, tahun demi tahun, penderitaannya kian bertambah. Dari kepala sampai ujung kaki berdarah, luka yang tidak sembuh-sembuh, dan sekujur badannya gatal-gatal. Dia hanya bisa berjalan tetapi dia dan seorang murid lainnya diperintahkan keluar untuk mengerjakan setiap tugas yang dibebankan. Murid-murid lainnya bergiliran, tapi raja itu harus pergi keluar setiap hari selama sebelas tahun. Sering dia menangis, dan bermalam-malam dia sering tidak bisa tidur.
Seringkali dia ingin menyerah dan kabur. Tapi kemudian dia berpikir, “Tidak, aku telah datang ke sini untuk belajar, dan aku harus menguasainya.”
Pada akhirnya, suatu hari, guru itu berkata, “Bawa raja itu ke sini.”
Ketika raja itu menghadap sang guru, guru itu bertanya,
“Apakah engkau seorang raja ataukah seorang murid?”
“Aku seorang murid,” jawab raja tersebut. “Aku tidak lagi menjadi raja. Aku akan mati segera.”
“Engkau belum belajar apa yang harus dipelajari di sini.”
“Lebih dari sebelas tahun berlalu, Swami.”
“Ikutlah aku,” kata guru tadi dan membimbing raja ke kaki gunung yang berkarang. “Petiklah daun itu!” perintah guru itu.
“Remaslah daun itu di antara kedua tanganmu, tiuplah remasan daun tersebut, kemudian gosok-gosokkan pada batu-batuan itu.
Engkau akan melihat batu-batuan itu berubah. Kemudian, buatlah gundukan dari semua batu yang telah berubah itu.”
Raja melakukan apa yang diperintahkan guru, dan batu-batu tersebut berubah menjadi gumpalan-gumpalan besi. Itu terjadi pada hari pertama. Pada hari berikutnya, guru menyuruh raja memetik daun tumbuhan yang lain, meremas dan meniupnya.
Kali ini, batu-batu yang digosoknya berubah menjadi timah, dan raja menumpuknya pada satu sisi. Pada hari berikutnya, guru memerintahkan raja untuk menggunakan selembar daun lainnya, dan kali ini, batu-batu tersebut berubah menjadi tembaga. Raja tersebut membuat sebuah gundukan lainnya.

Hari berikutnya, guru itu berkata, “Ambillah dua lembar daun ini, remaslah keduanya bersama-sama, kemudian tiuplah, dan sebarkan di atas batu-batuan itu!” Batu-batu ini berubah menjadi perak, dan raja membuat sebuah gundukan lainnya.
Pada hari berikutnya, guru memberitahu raja untuk memetik dan meremas campuran dua helai daun lainnya. Kali ini, batu-batu itu berubah menjadi logam campuran emas. Pada hari berikutnya, raja diminta untuk mengumpulkan campuran dua helai daun lainnya. Raja meremas daun-daun tadi, meniupnya, dan batu-batu tadi berubah menjadi emas batang murni. Raja menumpuk batangan-batangan emas murni tadi. Dia sekarang mempunyai enam tumpukan besar.
Kemudian, pada hari terakhir, guru memerintahkan raja untuk memetik sembilan macam helai daun yang berbeda.
Guru berkata, “Sesudah meremas sembilan helai daun ini, tiuplah ke sembilan bagian gunung batu yang tersisa.” Setelah raja melakukannya, sisa gunung tadi berubah menjadi sembilan gundukan besar batu permata yang berkilauan. Ada zamrud, berlian, batu merah delima, lazuli jenis lapis, batu kayu manis (cinnamon), mutiara, safir, coral, dan topaz (ratna-cempaka).
“Wahai Raja, engkau boleh pergi sekarang, jika menginginkannya, tapi terlebih dahulu, lihatlah seksama harta yang ada di depan matamu, dan kemudian beritahukan padaku apa keputusan akhirmu!”
Raja memperhatikan tumpukan-tumpukan permata dan emas. Dia mengambil beberapa genggam permata, melemparkannya ke udara, dan membiarkannya mengguyur dirinya.
Kemudian, dia berguling-guling di atas benda-benda yang gemerlapan itu. Tapi sesaat kemudian, dia berpikir, “Apa yang sedang aku lakukan? Ini bukan yang aku butuhkan.” Dan raja kembali kepada gurunya.
“Engkau telah menyelesaikan tugas yang engkau maksudkan,” kata guru kepada raja. “Ini semua milikmu. Engkau boleh membawanya.”
“Duhai Swami!” jawab raja, “Aku telah bersamamu selama dua belas tahun dan pada akhirnya aku menyadari bahwa apa yang engkau katakan kepadaku benar adanya. Sekarang aku tahu bahwa aku tidak membutuhkan kekayaan ini. Kekayaan adalah sesuatu yang datang dan pergi. Engkau mempunyai kemampuan untuk membuat gunung batu menjadi gunung emas. Sungguhpun demikian, engkau telah memilih untuk menjauhi kekayaan duniawi ini dan hidup di sebuah gua yang sederhana.
Kekayaan yang engkau miliki sungguh berbeda. Engkau telah memilih kekayaan dari kerajaan Allah, yaitu harta keagungan Allah yang tidak akan pernah berubah atau menghilang. Tidak satu pun yang bisa dibandingkan dengan kekayaan kearifan, cinta, keadilan, persamaan hak, kedamaian, kasih sayang. Tidak ada yang menyamainya.”
“Aku telah melihat segala sesuatu yang ingin dilihat pikiranku, segala sesuatu yang dicari keinginanku. Emas bukanlah kekayaan sejati, emas hanyalah tanah. Aku memang pernah menginginkan dan menikmati kekayaan duniawi, tapi sekarang tidak lagi. Meskipun aku seorang raja, namun aku tidak memiliki kedamaian yang engkau miliki.” Dengan melihat emas dan batu permata murni yang sangat mulia menumpuk di sekelilingnya, dia berkata, “Aku tidak akan memperoleh keuntungan dari ini semua. Seseorang mungkin mencoba membunuhku untuk mendapatkan emas-emas ini. Ini merupakan penyakit yang bisa merusakku dan juga merusak harta keagungan.”
“Swami, terimalah aku sebagai muridmu. Aku membutuhkan harta yang tidak bisa berkurang dan tidak bisa rusak. Berikanlah itu padaku. Aku ingin mempelajari bagaimana memperoleh harta keagungan Allah darimu.”
“Sekarang engkau benar-benar menjadi muridku,” jawab
guru tersebut. “Engkau adalah ‘anak’ Allah dan sekaligus anak kesayanganku. Kemarilah!”
Demikianlah, laki-laki yang dulunya menjadi raja, disembuhkan dari semua penyakitnya dan tubuhnya berubah menjadi bentuk tubuh yang indah. Guru tersebut mengajarkan kepadanya tentang keagungan dan kearifan Allah, dan menjadi sinar penerang bagi kerajaan Allah. Sesudah menerima harta dan keagungan yang tidak pernah habis, dia hidup sebagai anak kerajaan Allah, mampu melayani semua makhluk dan menganggap mereka sebagai saudaranya sendiri. Dia melayani jiwa, melayani Allah dan gurunya, dan dia juga melayani dunia dan semua umat manusia. Dia tidak pernah lagi meminta kerajaannya, karena dia tidak lagi menginginkannya.
***
Cucu-cucuku, baru sedikit yang benar-benar diketahui raja setelah dia mengikuti gurunya masuk ke dalam hutan, musuh-musuh menyerang kerajaannya dan membunuh semua menterinya. Raja-raja dari jauh dan dekat datang untuk memperebutkan atap dan pilar-pilar yang terbuat dari emas dalam ashram tadi. Mereka menjarah apa saja yang bisa mereka bawa dan membawanya ke kerajaannya masing-masing.
Gedung porak-poranda yang engkau lihat di depanmu ini, cucu-cucuku, adalah ashram yang dibangun raja itu untuk manusia bijak yang mengembara. Sekarang ashram tersebut telah hancur dan rata dengan tanah bersama dengan siapa saja yang tewas dalam pertempuran untuk merebut emas dan permata duniawi tersebut. Dan lihatlah di sebelah sana istana raja! Istana itu juga runtuh, tidak ada yang tersisa selain debu dan asap, tempat menyenangkan untuk burung-burung dan kelelawar.
Renungkanlah cerita ini cucu-cucuku, saudara-saudaraku, anak-anakku. Seperti halnya raja yang ingin membuat emas, orang-orang berpendapat mereka perlu mencari kekayaan duniawi. Sungguh lebih baik jika mereka ingin mencari harta keagungan dan ilmu ketuhanan untuk meraih kekayaan cinta dan sifat Allah. Siapa saja yang memahami cinta Allah dan menunjukkannya kepada orang lain, yang menganggap kehidupan setiap orang sebagai kehidupan mereka sendiri, akan mengetahui kebebasan sejati. Siapa saja yang melayani orang lain dengan kasih sayang Allah, akan menjadi tenang dan damai.
Mereka akan menerima kekayaan abadi Allah di dunia jiwa, di dunia ini dan di alam baqa’. Tapi siapa saja yang tidak mencari harta abadi Allah akan hancur, sebagaimana istana yang hancur ini.
Berpikirlah tentang hal ini dan berusahalah untuk mencari kekayaan Allah. Usaha yang kau lakukan dengan mengumpulkan kekayaan duniawi, sangatlah sia-sia. Benda-benda duniawi tidak akan berubah menjadi emas. Benda-benda itu adalah hiasan untuk neraka. Pasrahlah kepada Allah dan persiapkan hatimu untuk menerima apa saja yang Dia berikan dengan kesabaran dan pujian, baik di dunia ini dan dunia yang akan datang. Berpuas dirilah untuk percaya bahwa apa saja yang diberikan Allah kepadamu sudah cukup. Untuk meraih keyakinan ini, engkau membutuhkan kearifan, pengetahuan Ilahiah (‘ilm) dan keimanan, kepastian dan ketetapan hati yang dikenal sebagai iman.
Kau tidak perlu menderita cucu-cucuku. Penciptamu akan memberimu makanan yang diperlukan pada saat yang tepat, tapi kau harus melakukan usahamu. Lihatlah binatang-binatang tersebut. Lihatlah bagaimana ayam mendapatkan makanannya di tanah dan burung-burung menemukan makanannya di pohon-pohon dan rerumputan. Allah telah memberi semuanya untuk mereka, tetapi mereka harus berusaha untuk menemukan apa yang telah Dia berikan kepada mereka. Dan melalui usahamu sendiri kau juga harus menemukan makanan yang diizinkan Allah yang telah Dia ciptakan untukmu.
Anak-anakku, ketika kau mencari Allah, cobalah menjadi damai dan capailah keadaan di mana engkau bisa berbagi kedamaian dengan orang lain. Selalulah menganggap orang lain seperti dirimu sendiri dan berbagi apa yang engkau terima kepada tetangga-tetanggamu dan siapa saja yang lapar. Persiapkan hatimu untuk melakukan tugas ini. Jadikanlah cintamu kepada
Allah jelas dan ketika kearifan dan kualitas-Nya masuk dalam dirimu, kau bisa mengubah dirimu seperti yang dilakukan raja tadi. Jika engkau memperkuat imanmu, engkau bisa menerima harta keagungan Allah dan berkuasa di tiga dunia. Itu sudah pasti.
Cinta, perbuatan, tindakan dan sifat-sifat yang baik memerintah kerajaan Allah. Allah memiliki seratus sifat yang kuat yang adalah tugas-Nya. Dari seratus sifat ini, Dia menjaga satu tugas untuk-Nya menciptakan, melindungi dan merawat ciptaan-Nya. Tapi sembilan puluh sembilan sifat lainnya harus engkau sebarluaskan. Oleh karena itu, laksanakan tugas-tugasmu dan cobalah untuk menemukan kearifan.
Engkau tidak pernah bisa menemukan kedamaian abadi dengan mengumpulkan emas dan permata. Emas dan logam mulia tidaklah permanen. Sesungguhnya, isilah hatimu dengan sifat Allah, dengan kedamaian dan ketenangan. Kedamaian, ketenangan dan sifat Allah adalah kekayaan terbesar, harta keagungan, kearifan dan keadilan.
Salam sayangku padamu, cucu-cucuku. Semoga kau berpikir tentang hal ini. Allah adalah segala yang kita butuhkan untuk kehidupan kita. Perkuat imanmu. Bersabarlah dan ridha.
Bertakwalah kepada Allah dan pujilah Dia. Berdoalah kepada Allah, berpasrahlah kepada-Nya, dan tunjukkan hormatmu kepada-Nya. Buatlah hal ini tegas dan jelas dalam kehidupanmu!
Itu akan sangat baik. Ketika kau meraih keadaan ini, sungguh pasti bahwa kau akan menerima keindahan masa muda dan cahaya rahmat-Nya, yang adalah harta keagungan-Nya yang penuh kebajikan.
Salam sayangku padamu, cucu-cucuku. Mudah-mudahan engkau memiliki iman untuk membuat kehidupanmu sempurna dan untuk menerima harta kedamaian yang tidak pernah berubah dan tidak pernah berakhir. Semoga Allah membawa kesempurnaan sifat-Nya, keindahan-Nya dan cahaya-Nya untuk menyinari hati dan wajahmu. Amin. Semoga Dia memberimu pengetahuan Ilahiah yang disebut ‘ilm. Amin ya rabbal alamin. Assalamu‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuh. Terkabullah.
Terkabullah. Duhai Pengatur alam semesta. Semoga kedamaian Allah dan berkah-Nya melimpah kepada kalian semua.

0 komentar: